SASI LABEL: TEROBOSAN GEF-6 CFI INDONESIA DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN SKALA KECIL DI INDONESIA TIMUR
Makassar (05/2022). Salah satu tools pendukung EAFM adalah keberadaan kearifan lokal berbasis adat, conthnya Sasi. Praktik sasi dalam perlindungan sumber daya alam pesisir mampu melahirkan semangat konservasi bagi masyarakat adat untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya ikan dan ekosistemnya. Sasi melahirkan para pegiat lingkungan hidup yang menyeimbangkan sistem sosial-ekonomi, ekologi dan budaya yang harmonis, visioner dan egaliter. Sasi mengatur tata kelola pemanfataan sumberdaya laut yang bijak memberikan ruang dan waktu untuk restorasi biota laut dan menjaga ekosistemnya dengan baik melaui pelarangan untuk mengambil hasil laut yang ditentukan di suatu wilayah adat dalam jangka waktu tertentu. Keunikan sasi dan tngginya kepatuhan masyarkat adat terhadap peraturan sasi membuat hampir setiap program pembangunan kelautan berbasis konservasi menjadikan Sasi sebagai salah satu instrumennya.
Gagasan terbaru dari GEF-6 CFI Indonesia terkait Sasi adalah inisiai ‘Sasi Label’. Mirip dengan konsep ecolabelling lainnya ‘Sasi Label’ dimaksudkan sebagai upaya mendukung kebijakan perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan menekan dampak negatif terhadap ekosistem dan juga mendorong manfaat positif bagi masyarakat adat pesisir. ‘Sasi Label’ berperan memberikan label untuk komoditi dan produk keluaran dari kawasan sasi agar memiliki nilai tambah ekonomi dan memotivasi serta mengerakan masyarakat untuk tetap mengelola perikanan dengan pendekatan ekosistem dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan pada acara pertemuan Focus Group Discussion (FGD) Sosialisasi Awal Sasi Label yang dilaksanakan selama dua hari 18-19 Mei 2022 di Kota Makassar Sulawesi Selatan.
“Upaya rebranding Sasi sebagai sebuah sertifikat lingkungan dimaksudkan untuk membangun citra Sasi yang berkontribusi kepada nilai-nilai baru yang positif.” Direktorat Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Pelaksanan FGD Sosialisasi Awal Sasi Label ini dihadiri oleh Kepala Dinas dan Penyuluh Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, Seram Bagian Timur dan Teluk Wondama, Perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dan Papua Barat, Ahli Sasi dari Perguruan Tinggi di Maluku dan Papua Barat, Badan Pengkajian Pangan Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Marine Stewardship Council (MSC), WWF Indonesia, PMU GEF-6, Direktorat lingkup DJPT dan Direktorat Pengelolaan dan Bina Mutu DJPDSPKP serta Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DJPRL KKP.
Pertemuan dilaksanakan secara hybrid dengan tujuan untuk mensosialisasikan konsep ‘Sasi Label’, mendiskusikan proses bisnis, dan rencana inisasi ‘Sasi Label’ selanjutnya, dengan mengundang sejumlah narasumber dari pusat dan daerah. Dalam pengantar FGD ‘Sasi Label’, Yaya berharap bahwa pertemuan ini diharapkan dapat memfasilitasi finalisasi draf konsep ‘Sasi Label’ produk perikanan tangkap.
Konsep awal ‘Sasi Label’ sejatinya telah disiapkan oleh tim GEF-6 CFI Indonesia. Dr. Adipati Rahmat Gumelar selaku perwakilan dari PMU GEF-6 CFI Indonesia menyampaikan bahwa rebranding ‘Sasi Label’ sangat diperlukan untuk menciptakan kepercayaan dan impresi baru terhadap produk perikanan yang terlindungi oleh kegiatan Sasi. Lebih lanjut Adipati menegaskan bahwa rebranding ini diperlukan karena produk perikanan di kampung-kampung pesisir pada saat ini belum dilihat sebagai produk yang berbeda dengan produk sejenis, walaupun dihasilkan dari wilayah perlindungan ekosistem yang sangat baik, seperti Sasi.
Sasi dikenal luas di Wilayah Indonesia Timur terutama di Maluku dan Papua Barat. Penggunaan istilah sasi dibeberapa daerah berbada berbeda disetiap daerah seperti Yot di Kei Besar dan Yutut di Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara, Kadup atau Sabora di Kabupaten Teluk Wondama. Ali Tualeka, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Provinsi Maluku, menyampaikan bahwa Sasi di Maluku tersebar luas dan telah lama dipraktekan bahkan sebelum Indonesia merdeka. Lebih lanjut Ali menyampaikan bahwa Sasi menjadi kekuatan hukum ada yang mengikat warganya, sehingga kepatuhan tersebut mampu menjaga sumberdaya laut dan ekosistemnya. Senada dengan hal tersebut Agustinus, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Teluk Wondama, menambahkan bahwa Sasi di Teluk Wondama seperti di Kampung Sumbokoro dan Menarbu mampu menyadarkan masyarakat dari aktivitas penangkan ikan destruktif.
Melalui video conference, Ahadar Tuhuteru, perwakilan PMU GEF-6 CFI Indonesia juga menyampaikan bahwa pertemuan FGD ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan konsep sasi label yang komprehensif dimana beberapa poin penting seperti memperkuat kaidah/prinsip-prinsip dan ruang lingkup ‘Sasi Label’, kelembagaan ‘Sasi Label’ yang sederhana, memaksimalkan jejaring pasar dan kemitraan, kesiapan pemerintah daerah dan desa ikut membangun ekosistem pendukung eco-bussiness ‘Sasi Label’. Lebih Lanjut Ahadar menambahkan bahwa memperkuat kapasitas masyarakat adat dan kelembagaan Sasi di tingkat desa juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Menurutnya setidaknya aturan sasi yang telah ada dapat diformalkan dalam bentuk Peraturan Desa (PERDES) yang mengatur distribusi dan kuota hasil Sasi. PERDES juga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu atribut penilaian sertifikasi seperti program Fisheries Improvement Program (FIP) oleh Marine Stewardship Council (MSC).
Beberapa poin dan masukan penting yang dibahas sebagai perbaikan konsep ‘Sasi Label’ difokuskan pada definisi, ruang lingkup dan komoditi. Dengan adanya ‘Sasi Label’, maka akan tersedia produk perikanan yang telah memenuhi ketentuan perikanan yang memperhatikan keberlanjutran ekosistem dan juga aspek sosial (dan ekonomi) tertentu. Keberadaan ‘Sasi Label’ juga secara tidak langsung akan menstimulasi inovasi di bidang perikanan tangkap skala kecil dengan memberikan dorongan terhadap lebih banyak produk yang diciptakan dengan memperhatikan asas keberlanjutan, dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang selalu berkembang kearah penggunaan produk yang lebih sehat, menyebarkan wawasan perikanan yang berkelanjutan, serta penciptaan rantai nilai yang baru dan lebih baik.
Pelaksanaan pertemuan FGD Sasi Label disambut dan dirasakan berdampak positif terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia. Ramli Sibualamo, Kepala Dinas Perikanan kabupaten Seram Bagian Timur Maluku memberikan apresiasi terhadap kegiatan FGD ini. Menurutnya kegiatan selama dua hari ini dapat memberikan informasi dan pembelajaran dari wilayah lain, sehingga memudahkan pengembangan dan aktivasi Sasi yang sedang berjalan maupun proses ‘Sasi Label’ kedepannya. Lebih lanjut, Ramli menambahkan bahwa dalam rapat tersebut terlihat jelas antusias seluruh stakeholder dan keinginan untuk berkaloborasi menyelesaiakan masalah-masalah yang di hadapi. “Dengan terlihatnya potensi di setiap wilayah serta dukungan dari stakeholder-stakeholder terkait maka saya pastikan inisiasi ini akan memberikan manfaat yang luas baik kepada masyarakat, lingkungan maupun kebelanjutan sumberdaya ikan” tutur Ramli. Apresiasi yang juga disampaikan oleh Mufti Ingratubun, Perwakilan Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Tengara. Mufti berharap agar rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan FGD ini bisa diimplementasikan dalam pelaksanaan proyek di lapangan sehingga berdampak bagi peningkatan ekonomi masyarakat, serta aspek ekologi tetap terjaga dengan baik.
0 COMMENTS